Pembelajaran
Sosial Emosional
Sosial dan emosi merupakan satu kesatuan yang saling terkait, orang yang memiliki sosial yang baik akan memiliki tingkat emosi yang juga baik karena punya banyak pengalaman bersosial dengan orang lain dan sebaliknya orang yang memiliki emosi yang baik akan dapat bersosial dengan orang lain dengan baik juga. Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan dilakukannya proses pendidikan adalah untuk “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya” (Dewantara, 1961 : 20). Tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara tersebut tentunya sangat berkaitan dengan kompetensi sosial emosional pada diri seseorang, sebagai anggota masyarakat tentu kita akan banyak bergaul dengan semua kalangan, untuk mencapai pergaulan atau sosial yang baik di mata masyarakat tentulah kita harus memiliki tingkat kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi yang baik serta dapat mengambil sebuah keputusan yang bertanggung jawab.
Semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin baiklah sosial dan kontrol emosi seseorang, setidaknya
itulah yang sering terdengar oleh kita dikalangan masyarakat, ternyata hal
tersebut tidaklah benar seutuhnya. Banyak kita lihat saudara kita yang memiliki
pendidikan sampai pada strata yang paling tinggi yaitu strata 3 dengan gelar
Doktor, akan tetapi memiliki tingkat sosial yang kurang, bahkan banyak diantara
mereka yang memiliki tingkat emosional yang tidak stabil, itulah yang sekarang
banyak kita saksikan sehingga terjadinya perang mulut, perkelahian, dan bahkan
pembunuhan. Sebenarnya apa yang kurang? Pada modul 1.4 kita sudah
mempelajari tentang kebutuhan dasar
manusia yang terdiri dari 1. Kebutuhan bertahan hidup, 2. Penguasaan, 3.
Kesenangan, 4. Kasih sayang dan rasa diterima, dan 5. Kebebasan. Untuk mencapai
kehidupan yang bahagia, prilaku yang ideal, sosial yang baik dan emosi yang
terkontrol maka kebutuhan dasar ini haruslah terpenuhi.
Ke 5 kompetensi sosial
emosional sebenarnya akan terbentuk secara alamiah, kompetensi sosial emosional
pada diri seseorang akan terbentuk dari 2 faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal, faktor internal dapat dipengaruhi oleh genetik dan kebiasaan,
sementara faktor eksternal dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, latihan
dan pengalaman belajar seseorang. Oleh karena itu maka pembelajaran sosial
emosional akan sangat mempengaruhi terbentuknya karakter sosial dan emosional
seseorang. Pembelajaran
Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan
secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses
kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di
sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
positif mengenai aspek sosial dan emosional agar
dapat:
- Memahami, menghayati, dan mengelola
emosi (kesadaran diri)
- Menetapkan dan mencapai tujuan positif
(pengelolaan diri)
- Merasakan dan menunjukkan empati kepada
orang lain (kesadaran sosial)
- Membangun dan mempertahankan hubungan yang
positif (keterampilan berelasi)
- Membuat keputusan yang bertanggung jawab.
(pengambilan keputusan yang bertanggung jawab)
Kompetensi sosial emosional
tidak hanya harus dimiliki dan dipelajari oleh peserta didik, namun seorang
guru yang akan memberikan tuntunan yang baik tentulah guru juga harus memiliki
kompetensi sosial emosional yang baik.
Hal ini juga
pernah diungkapkan dalam penelitian tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional,
yaitu:
- Guru yang memiliki kompetensi
sosial dan emosional yang baik lebih efektif dan cenderung lebih
resilien/tangguh dan merasa nyaman di kelas karena mereka dapat
bekerja lebih baik dengan murid.
- Adanya keterkaitan antara
kecakapan sosial dan emosional yang diukur ketika TK dan hasil ketika
dewasa di bidang pendidikan, pekerjaan, pelanggaran hukum, dan kesehatan
mental.
Pembelajaran sosial emosional
harus dilatih dan dikembangkan guna mencapai kompetensi sosial emosional yang
baik pada diri seseorang, dengan terbentuknya kompetensi sosial emosional pada
diri semua warga sekolah, maka budaya positif di sekolah akan lebih mudah
dicapai, karena semua warga sekolah akan bisa memanajemen diri dengan tepat,
menunjukkan kesadaran diri, memiliki kesadaran sosial yang baik, mampu berelasi
dengan teman sejawat dan dapat membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Kompetensi inilah yang dibutuhkan dalam mewujudkan lingkungan belajar yang
positif. Dalam membentuk kompetensi sosial emosional pada setiap warga sekolah
tentulah tidak bisa dilakukan hanya satu orang guru penggerak saja, namun
diperlukan adanya kolaborasi antar warga sekolah, sebagai pejabat pembuat
komitmen ditingkat sekolah, tentu peran kepala sekolah sangatlah diharapkan
dalam upaya pembelajaran sosial emosional ini secara menyeluruh, baik itu
pembelajaran sosial emosional pada peserta didik maupun pembelajaran sosial
emosional kepada para pendidik dan tenaga kependidikan yang ada.
Komentar
Posting Komentar