Coaching sebagai Pendekatan Pengembangan Potensi Guru

Peserta didik memiliki bakat dan potensi masing-masing yang sesuai dengan kodratnya, mereka akan terus berkembang sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zamannya, sebagai pendidik kita hanya dapat menebalkan lakunya, memfasilitasi kebutuhan belajarnya dan membantu mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Ki Hajar Dewantara pernah mengatakan bahwa peserta didik tersebut ibaratkan tanaman jagung yang tumbuh dan besar akan senantiasa menjadi tanaman jagung, kita sebagai petani hanya dapat memfasilitasi tumbuhnya jagung tersebut, memupuknya dan merawatnya hingga jagung tersebut bisa tumbuh maksimal dan berbuah dengan kualitas terbaik.

Pembelajaran berdiferisiansi merupakan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan filosofi KHD yaitu menuntun anak. Pembelajaran berdiferisiansi merupakan pembelajaran yang mengakomodir seluruh kebutuhan belajar peserta didik, dalam pembelajaran berdiferisiansi ini peserta didik akan dituntun pembelajarannya sesuai dengan gaya belajar, kebutuhan belajar, minat dan bakat yan dimilikinya, pembelajaran berdiferisiansi ini berangkat dari asesmen diagnostik yang dilakukan terhadap semua peserta didik. asesmen diagnostik ini mencakup dua aspek yaitu asesmen akademik dan asesmen non akademik, kedua aspek tersebut dibutuhkan untuk mengidentifikasi kodrat alam dan kodrat zaman peserta didik yang kemudian identifikasi tersebut digunakan dalam memberikan pelayanan pembelajaran yang tepat sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, gaya belajar, minat dan bakat peserta didik tersebut.





Kompetensi sosial emosional merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap warga negara Indonesia, kita sebagai negara majemuk yang memiliki keanekaragaman suku, etnis, budaya dan agama tentu membutuhkan kompetensi sosial emosional yang baik. Salah satu upaya pemerintah kita saat ini dalam menumbuh kembangkan kompetensi sosial emosional ini adalah dengan Projek Penguatan Profi Pelajar Pancasila (P5), P5 ini sengaja digagas pemerintah kita dalam menumbuhkan watak kepribadian peserta didik yang mengandung nilai-nilai pancasila. Selain itu dalam upaya membentuk peserta didik yang berkarakter pancasila dalam pembelajaran perlu diselipkan pembelajaran sosial emosional, yang mana kompetensi yang dimaksud terdiri dari kemampuan untuk menumbuhkan kesadaaran diri, memanajemen diri, mengembangkan kesadaran sosial, kemampuan membangun relasi dan mampu membuat keputusan yang bertanggung jawab. Oleh karena itu maka pembelajaran sosial emosional akan sangat mempengaruhi terbentuknya karakter sosial dan emosional seseorang. Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) merupakan pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional.

Coaching merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh seseorang dalam membuka potensi dirinya dan memaksimalkan kinerjanya. Coaching merupakan pendekatan menuntun, dimana menuntun ini merupakan gagasan dari Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Kita sebagai pendidik hanya bisa memberikan tuntunan kepada peserta didik, selebihnya peserta didik tersebutlah yang menentukan arahnya. Dalam memerdekakan peserta didik dalam pembelajaran, pendekatan Coaching dianggap tepat dalam mengeksplorasi diri peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran serta memaksimalkan  segala potensi yang dimilikinya. Pendidik sebagai coach harus memberikan tuntunan dan arahan agar peserta didik (Coachee) tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya melalui pertanyaan-pertanyaan efektif dalam suatu komunikasi asertif. International coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai suatu bentuk kemitraan antara seorang pendamping (Coach) bersama dengan klien (Coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengekplorasi pemikiran dan proses kreatif.

Metode TIRTA adalah metode yang sering digunakan dalam coaching, metode TIRTA terdiri dari; 1. Menentukan Tujuan, 2. Identifikasi Masalah, 3. Rencana Aksi, dan 4. Tanggung Jawab/ komitmen. Metode ini dikembangkan dari model coaching yang sangat terkenal yaitu GROW yang merupakan singkatan dari Goal (tujuan), Reality (Kenyataan), Option (Pilihan) dan Will (Keinginan). Selanjutnya dalam praktek coaching ada 4 jenis percakapan yang harus diperhatikan. Pertama, percakapan untuk perencanaan (planning conversation) dalam hal ini coach menanyakan tujuan perencanaan, ukuran keberhasilan, dan apa yang harus dikembangkan lagi dari suatu program. Kedua, percakapan untuk pemecahan masalah (problem solving conversation) percakapan ini terjadi ketika mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan suatu masalah, dalam hal ini coach mengajak coachee mendeskripsikan masalahnya dan memikirkan gagasan penyelesaiannya. Ketiga, percakapan refleksi (Reflection Conversation) yaitu percakapan dimana coach menanyakan kepada coachee apa yang dirasakan dan apa yang timbul dari perasaan itu serta apa yang diperoleh dari percakapan itu. Keempat, percakapan kalibrasi  (Calibration Conversation) hal ini dilakukan ketika coachee ingin mengetahui perkembangannya terhadap suatu kinerja, coach meminta coachee menilai hal-hal baik yang sudah dilakukan dan menyimpulkan apa yang dilakukan. Pada akhirnya metode coaching ini diharapkan dapat memicu kompetensi sosial emosional yang baik pada peserta didik karena dibangun dari semangat kebersamaan dan kolaborasi yang baik dalam menyelesaikan masalah, coaching juga bersesuaian dengan pembelajaran berdiferisiansi dimana potensi peserta didik dapat digali lebih jauh dan dikembangkan sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembelajaran Dengan Konsep Pemikiran KHD

Pengembangan Diri dan Orang Lain